Selasa, 29 Juni 2010

Teras H. AKS

Cara Sehat Menulis Artikel di Internet...

“Hati-hati dan Waspada”. Ungkapan demikian tidak pernah lekang pada ranah pemahaman, wacana dan sikap para pemerhati jejaring internet, bagaimana mewaspadai dampak negatif akibat penyalahgunaan internet.
Sikap itu dimungkinkan karena selain pengaruh positif yang ditimbulkan bagi pengguna internet sehat, yang telah memahami dan menyadari betul kegunaan internet itu untuk hal-hal yang positif. Ternyata dihadapkan masih banyaknya kalangan pengguna internet tidak sehat, belum memahami dan tidak menyadari dampak negatif yang ditimbulkan akibat mengankses internet.
Beberapa pengguna nampak semaunya saja mengakses dan berekpresi, mencetuskan dan mengkultuskan apa saja di lahan internet. Karena memang dunia maya, maka seolah dunia miliknya sendiri tanpa syarat. Padahal internet dengan jejaringannya itu hanyalah sebuah alat, hasilnya tergantung niat dan tanggungjawab si pemakai. Jika internet digunakan dengan cara tidak sehat, maka dapat dipastikan merusak si pemakai itu sendiri. Sebaliknya jika digunakan dengan cara-cara sehat (baik dan bermanfaat), maka selain dampak positif bagi si pemakai, ada kemaslahatan pula untuk orang lain.
Sehubungan dengan hal itu mengakses internet itu ada syarat yang harus diperhatikan. Arti penting unsur kehati-hatian dan kewaspadaan agar internet itu tidak memberi dampak negatif terhadap diri sendiri selaku pengguna adalah sangat penting, termasuk ketika anda menulis artikel pada internet. Jejaringan internet yang mengglobal sangat memungkinkan diakses siapa saja. Oleh sebab itu tendensi negatif yang diuraikan tanpa fakta yang autentik memungkinkan si penulis dapat dijerat hukum. Kasus-kasus jeratan hukum akibat penyalahgunaan media internet seharusnya menjadi pelajaran untuk tidak diikuti.
Salahsatu tajuk dipasang oleh Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI pada kajian promosi tentang penggunaan “aplikasi piranti lunak internet filter” memberi saran kepada setiap pengguna internet agar berhati-hati mengakses informasi dari situs yang berisifat negatif, insinuatif (menyindir), provokatif dan bahkan propaganda. Dikatakan bahwa di sana (internet) banyak ajaran sesat atau tidak selaras dengan falsafah bangsa Indonesia bertebaran di internet dan secara agresif mencari mangsa untuk dijadikan calon pengikutnya.
Pada pokok-pokok Materi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Bab III bagian ketiga ayat (3) huruf a yang merupakan penjelasan dari ayat (1) menjelaskan bahwa Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah informasi yang dapat membahayakan Negara. Salahsatu hal yang dimaksud dengan membahayakan Negara pada penjelasan Undang-Undang itu adalah keselamatan bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara. Lebih lanjut pada bagian keempat Undang-Undang itu menjelaskan tentang Kewajiban Badan Publik pasal 7 ayat (1): Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan / atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. Dalam hal ini Badan Publik hanya diwajibkan memberikan pelayanan informasi kepada publik sesuai batas kewenangannya. Dilarang mempublikasikan informasi di luar ketentuan yang berlaku.
Demikian pula diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) merupakan jawaban atas kepentingan publik di bidang teknologi informasi melalui media dan komunikasi menuju perubahan prilaku social maupun peradaban manusia secara global. Bab VII pasal 7 bagian UU ITE itu menyebutkan beberapa perbuatan yang dilarang antara lain ayat (3): Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Pasal 28 ayat (2): setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Walaupun setelah ditetapkan DPR kemudian dipublikasikan kepada masyarakat isi UU ITE ini menuai pro dan kontra. Ada beberapa pihak melakukan permohonan peninjauan ulang atas hukum yang telah ditetapkan (yudicial review) dengan menyatakan bahwa UU ITE pasal 27 ayat (3) bertentangan dengan bunyi pasal 28 F UUD 1945. Namun pada akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa kedua korelasi UU itu sudah sejalan dengan prinsip-prinsip Negara Hukum dan prinsip-prinsip berdemokrasi, tidaklah bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.
Dengan demikian prilaku baik masyarakat secara fundamental di segala lini kehidupan menjadi basik majunya masayarakat dan peradaban. Perilaku negatif, insinuatif (menyindir) dan provokatif menjadi dalangnya penghambat kemajuan peradaban. Promosi bermuatan agama dengan dalihnya untuk mendapatkan pemeluk/pengikut sebanyak-banyaknya sudah saatnya dihentikan. Kini saatnya dunia kita hias dengan berbagai lomba kebaikan dan kebijakan. Pembinaan intern masing-masing penganut agama secara intensif menjadi hak dan kewajiban pembina umat itu sendiri guna kemantapan transformasi nialai-nilai luhur setiap agama itu memancar, menata dan menghiasi indahnya perilaku setiap penganut umat beragama sebagai bukti upaya pencerminan realitas kehidupan.
Dengan dasar pemahaman dan ketentuan nilai-nilai inilah para penulis artikel seharusnya berkreasi. Berdasarkan pemahaman, keyakinan dan kemampuannya bebas mengurai dan memetakan rangkain kata demi kata untuk dikemas menjadi suatu kalimat yang indah, menarik, sopan santun mampu meredam permasalah social yang dapat mengikis sendi-sendi bangsa. Isi artikel dapat memotivasi setiap umatnya untuk tetap memelihara dan mempertebal keimanan dan ketaqwaan, kerukunan intern dan antar umat, menjadi semakin cerdas dan bijaksana, mandiri dalam berkehidupan menuju genggaman sejahtera lahir bhatin.
Oleh karena itu saya menjadi terperangah ketika melihat tayangan yang mengatasnamakan cyber Dharma Indonesia menulis: Jangan beri nama Bali, agar mudah bila pindah dari Hindu. Entah karena memaksa, lupa aturan, rekayasa, faktor kesengajaan atau karena faktor kealfaan penulis artikel itu terhadap nilai-nialai luhurnya, sehingga cyber itu menjadi lahan untuk membahas hal yang kurang etis nama Ahmad Ketut Mecaling Khan dan Gusti Ayu Ketut Jegeg Mecaling yang konon menurutnya, hal demikian dijadikan aneh seolah penomenal. Apapun persepsi penulis artikel itu adalah hak anda untuk mengekpresikan wawasan dan kemampuan daya nalar sepanjang sesuai ukuran dan aturan yang diberlakukan. Namun akan sangat disayangkan jika penulis itu berasal dari kalangan tokoh yang mengatasnamakan lembaga sosial keagamaan resmi di Indonesia. Instansi atau lembaga sosial itu mengemban sebagian tugas pemerintah keagamaan tertentu berhak melegalitas semua perangkat tayangan internet.
Tulisan ini ikut mereviuw keprihatinan anda dalam menulis di internet, diharapkan menjadi sisi positif khusus penulis pemula. jika ada hal yang kurang baik dapat dikesampingkan karena kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT (Tuhan Yang Maha Esa). Saya merasa anda juga adalah seorang penulis, karenanya ada baiknya jika anda sepakat mengemban visi dan misi dakwah sesuai agama dan keyakinan kita masing-masing. Merupakan hal positif jika kita saling merangkul, saling sering dakwah, berpacu dalam hal kebaikan dan kebijakan. Perbedaan jangan dijadikan kambing hitam untuk dapat memfitamkan hidup dan hubungan. Perbedaan adalah karunia untuk saling mamahami dan mencari sisi positifnya. Jika perbedaan kerap anda pertajam, maka sama dengan merusak tatanan hidup pribadi. Yang paling penting untuk disikapi adalah bahwa kita tetap dalam tali persaudaraan yang mantap dalam naungan kebersamaan yang nyaman dan damai.
Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan sehubungan tulisan anda yang bejudul, Jangan beri nama Bali agar mudah bila pindah dari Hindu:
1. Anda memberi kesan menghina. Mecaling itu bahasa Bali artinya bertaring (bergigi tajam) adalah sebutan yang biasa dilontarkan peduduk setempat untuk melukiskan sosok mahluk yang punya gigi taring, seram bergigi tajam bagaikan pemakan mahluk (hewan). Sedangkan Khan itu kata akhir dari pertanyaan seperti “bukan?” disingkat “kan”, kemudian anda samarkan dengan menambahkan huruf “h” ditulis Khan seolah nama dari kebangsaan Negara tirai bambu.
2. Saya yakin dan percaya dengan masyarakat di Bali sekalipun mereka tinggal di desa terpencil (karena saya pribadi juga orang Bali asli. Lahir, besar dan lama bergaul dengan masyarakat Bali umumnya), saya faham betul dengan karakter dan kesantunan orang Bali, terlebih dengan pergaulan internasionalnya masyarakat seantero Bali tidak mungkin memberi nama seperti Ahmad Ketut Mecaling Khan dan Gusti Ayu Ketut Jegeg Mecaling. Ini hanya ungkapan marah anda dalam bentuk penegasan kekesalan dan kekecewaan berdimensi pribadi. Paradigma rasio dan irasional saat ini belum dapat anda terima sebagai realitas hidup.
Bagaimana dengan nama-nama Bali muslim lainnya seperti: H. Nyoman Abdul Jalil, Gede Abdullah, Ketut Jamaluddin, Hj. I Gusti Ayu Putu Arini, Nyoman Syamsuddin, Ida Bagus Oka Syahril, H. Anak Agung Ketut Jelantik, H. I Ketut Muteran, Hj. Ida Ayu Mas Muteran dan sebagainya. Atau bagaimana anda menyikapi penduduk Indonesia yang tadinya mayoritas non muslim kini menjadi mayoritas muslim??. Dan selajutnya akan seperti apa kita kemudian, semua itu masih teka-teki dan menjadi rahasia Illahi yang wajib kita terima dan wajib kita syukuri.Saya berpikir dan berdo’a mudah-mudahan anda sehat selalalu atas lindungan Yang Maha Kuasa (Allah SWT) menjadi cepat sepaham, hanya persoalan waktu, hal ini sudah terbukti sepanjang jaman. Amien…