HBI Menggagas Pola Kreatifitas Baru

-       Bagian 1 (satu) –

Sejak diakuinya 6 (enam) agama resmi di Indonesia sesuai penjelasan Pasal     1 Undang-Undang PNPS No.1 Tahun 1965  jo Undang-Undang No.5 Tahun 1969, agama-agama resmi dianut Negara Indonesia yakni Agama Islam, Katolik, (Kristen) Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu. Diakuinya keenam agama itu secara sah membuat setiap penganut agama itu sangat apresiatif. Salahsatu bentuknya adalah memandang perlu menyelenggarakan kegiatan keagamaan di masyarakat, terutama kaitannya dengan sejarah kebesaran  agama/keyakinan yang dianutnnya itu untuk dikenang, digali nilai positifnya kemudian dipublikasikan guna dijadikan pedoman, diteladani oleh penganut dan pemeluknya.

Di bawah naungan Kementerian Agama RI usaha-usaha pengembangan ke arah nilai-nilai tersebut berkembang subur. Pemerintah dengan konstitusi negaranya mengukuhkan pasal 29 dan pasal 28E ayat 1 telah berperan melindungi, memotivasi sesuai rambu-rambu kerukunan antar dan intern umat beragama. Kemudian atas kemampuan pemahaman masing-masing pemeluk agama dan keyakinannya itu, ada yang meriwayatkan, menuliskannya berupa dokumen karena agama sebagai sumber autektik dan sangat karismatik. Dipublikasikannya sesuai kondisi menurut kebutuhan setiap penganut  dan pemeluk agama itu sendiri.

Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010 tentang visi dan misi Kementerian Agama, muatan nilai-nilainya diyakini mampu memberi inspirasi  kebutuhan hidup kearah tersebut karena meliputi bidang pembinaan mental spiritual. Pada nilai-nilai ajaran Agama Islam misalnya, Allah SWT memerintahkan sekaligus memberi isyarat kepada umat muslim agar dapat memahami dan membangun ibadahnya dengan benar yakni membangun mental serta akhlak mulia sebagaimana yang dituntunkan agama Islam dalam korelasi implementasinya dicontohkan tuntas oleh Nabi  Muhammad SAW. Bukan sebatas pemenuhan rohani, untuk kebutuhan jasmani pun telah dicontohkan Nabi agar diberi asupan sehat, karena pemenuhan kebutuhan mental spiritual semata dipandang belum cukup, karenannya wajib didukung pemenuhan kebutuhan jasmaniah.

Di bawah binaan Direktorat  Pemberdayaan Zakat dan Wakaf sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaannya dan Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 2009 tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf  Uang, diberi kewewenangan untuk memberikan solusi dan memfasilitasi bidang perekonomian umat Islam.

Karena itu kaitannya dengan penokohan (figur Nabi) oleh penganut/pemeluk setiap agama itu diyakini telah menorehkan “catatan emas” berupa keteladan untuk ke 2 (dua) kebutuhan tersebut sebagai sumber inspiratif  yakni mental spiritual dan jasmaniah. Hal itu akan memberi petunjuk sebagai pedoman bagi generasi penerus, agar kelak menjadi lebih sehat jasmani dan rohani. Menjadi lebih cerdas, maju serta mulia dihadapan Allah SWT. Makmur ekonomi, sehat jasmani dan rohani,  cerdas intlegensia maju di bidang sains, berwawasan luas, tangguh dan sehat secara mental dan spiritual.

Karena itu wajar ketika setiap penganut agama mengelu-elukan tokoh yang diidolakannya bagaikan tokoh centre; sebagai bukti luapan kecintaan, keyakinan dan rasa tanggungjawab pengikut terhadap tokohnya. Jasa-jasanya tidak hanya dikenang melainkan diabadikan dengan mencontohnya, merealisasikannya berupa bentuk-bentuk perilaku nyata sebagai takaran mencapai kehidupan ke depan yang lebih baik. Maka cara yang paling sederhana dan epektif untuk mengekpresikan ungkapan itu dengan menyelenggarakan kegiatan peringatan atau pelaksanaan hari-hari keagamaan. Sebagai bukti bahwa sebagai penganut mampu menghargai jasa  tokoh inspiratifnya, memiliki kebanggaan dan rasa terpuji ketika mampu berperilaku baik, mampu meneruskan cita-cita dan perjuangan figur itu mencapai kehidupan sempurna. Sebaliknya merasa malu dan lemah bahwa di tengah majunya sains dan teknologi saat ini, kita tidak sanggup berperilaku bijak hanya semata sebagai alat dasar menyikapi perkembangan yang  terlanjur mengglobalisasi.

Untuk hal itulah umat Islam menyelenggarakan peringatan dan pelaksanaan Hari Besar Islam (HBI) baik di tingkat Kenegaraan (nasional), Provinsi sampai di daerah-daerah seperti peringatan dan pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra Mi’raj, Nuzul Al Qur’an, Idul Fitri, Idul Adha dan Tahun Baru Islam. Dengan peringatan dan pelaksanaan itu diharapkan selalu dapat menggugah kembali hikmah ideal dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist untuk diimplementasikan masyarakat.  

Keenam Hari Besar Islam tersebut diselenggarakan sebagai berikut:
1.                  Berupa pelaksanaan  dengan ibadah ritual seperti :
* Ibadah Puasa pada bulan suci Ramadhan
* Zakat Fitrah menjelang Shalat Ied Idul Fitri
* Shalat Ied pada tanggal 1 bulan Syawal
* Ibadah Puasa menjelang Idul Adha  
* Shalat Ied Idul Adha
* Ibadah Qurban setelah Shalat Ied  Idul Adha.
2.                  Berupa peringatan tanpa ibadah ritual seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj, Nuzul Al Qur’an dan Tahun Baru Islam.

Peringatan point ke 2 di atas ini masih bersifat serimonial, sebatas memperingati tanpa ibadah ritual. Sehubungan dengan itu Subdit Publikasi Dakwah dan HBI sebagai leading sector terkait dengan Hari Besar Islam di tingkat kenegaraan (nasional), maka melalui  kegiatan :      
1. Peringatan dan pelaksanaan Hari Besar Islam tinkgat Kenegaraan
2.    Orientasi tentang Pelaksanaan HBI
3.    Workshop Peran Fungsi Lembaga HBI
4.    Lokakarya / Lomba Kreatifitas Penyelenggaraan HBI
5.    Forum Konsultasi Penyelenggaraan HBI Tingkat Kenegaraan dan sebagainya
berupaya mendapatkan solusi agar kegiatan  peringatan dan pelaksanaan Hari besar Islam  di masa akan datang lebih inovatif, berkreatifitas dengan tetap pada basis pendidikan yang kental dengan muatan nilai agama. Unsur keagamaan yang bersifat pemenuhan rohani semata harus diimbangi pula dengan pemenuhan kebutuhan jasmaniah seperti pemenuhan ekonomi, pendidikan serta kesehatan.

Melalui materi kegiatan seperti Kebijakan Kementerian Agama RI dan Kebijakan Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi terkait Pelaksanaan Hari Besar Islam,  Sosiologi/Muatan Dakwah dalam Hari Besar Islam, Peran Lembaga Masyarakat dalam Pelaksanaan Hari Besar Islam, Tantangan Dakwah Islam, Kini dan Masa Akan Datang serta Solusinya, Management Dakwah dapat  menjelaskan dan menekankan kepada seluruh peserta yang terdiri dari pejabat/pelaksana pada Kanwil Kementerian Agama dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten / Kota sesuai Job Struktural, para Penyuluh, Ketua/Pembina pada Lembaga sosial keagamaan diberikan peluang untuk berpikir dan merancang kegiatan Hari Besar Islam yang mempunyai nilai dakwah tinggi, sehingga kegiatan peringatan dan pelaksanaan yang akan datang tidak monoton serimonial, melainkan dapat memberikan inspirasi baru, bahwa bagaimana nilai-nilai agama yang sarat dengan tuntunan hidup itu dengan mudah dapat diterima dan dipahami masyarakat sebagai pedoman hidup. Mampu menciptakan kreatifitas-kreatifitas baru yang dapat menggugah masyarakat sekitar untuk ikut menyemarakkan kegiatan keagamaan, dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan mampu bersaing dalam sains dan teknologi canggih. Para peserta diharapkan memberikan informasi akhurat tentang perayaan Hari Besar Islam di daerahnya masing-masing, memberikan kontribusi terbaiknya sesuai dengan situasi kondisi setempat dan perkembangan jaman.

  1. Sebagai gambaran  pada peringatan Isra’ Mi’raj misalnya, dapat diselenggarakan lomba kebersihan Masjid/Mushalla oleh umat Islam sekitarnya. Kegiatan ini bernuansa Islami karena bersih itu sebagian dari iman. Ketebalan iman seseorang dapat diukur dengan rajinnya beribadah shalat dan berakhlak baik, mampu mengambil hikmah ispiratif isi Al Qur’an dan Al Hadist mengikuti perkembangan sains dan teknolgi, merupakan perintah Allah SWT pada peristiwa Isra’ Mi’raj.
  2. Contoh lain seperti kegiatan outbons di alam terbuka sangat digemari kalangan anak-anak saat ini memberi nuansa baru. Melalui kegiatan outbond dapat diselipkan nilai agama pada setiap permainannya.
  3. Lomba penulisan karya ilmiah misalnya akan menjadi solusi generasi memahami sejak dini sejarah kepribadian, akhlak para Nabi serta jasa-jasanya dalam pengabdiannya kepada umat manusia.
  4. Diadakan lomba Ibadah Shalat dengan pasih bacaannya dapat memahami betul arti pada setiap bacaan itu sekaligus mampu mencontohkan sikap/perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari sebagai bukti atau wujud ketaatan/keyakinan akan ibadah shalat.
  5. Lomba hapalan / kebiasaan berbahasa arab mempermudah pemahaman dan penghayatan isi kandungan Al Qur’an sebagai upaya pengimplementasian perilaku yang tepat. Demikian pula pada kegiatan peringatan dan pelaksanaan hari raya lainnya banyak hal dapat digali  berorientasikan maksud, tujuan dan hikmah  hari raya itu sendiri sebagai ungkapan rasa syukur manusia kepada pendahulunya (para Nabi) serta kepada Tuhan semesta alam khususnya.
  6. Dalam skup daerah misalnya dapat diselenggarakan lomba menulis riwayat para sesepuh/pemuka masyarakat yang berjasa mempertahankan nilai Islam sebagai tatanan sosial.

(Ahmad Ketut Sulatra, Kasi HBI Direktorat Penerangan Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI).